Mengevaluasi Ibadah Kita (9 Agustus 2010)
Allah Maha Mengetahui; mana dari sekian hamba-hamba-Nya yang benar-benar tulus mendekatkan diri kepada Tuhan mereka. Hidup ini adalah sesuatu yang penuh warna, kita menghadapi berbagai hal, termasuk juga kepahitan. Hal-hal tidak menyenangkan yang kita alami bisa jadi merupakan balasan atas perbuatan kita sendiri, tetapi bisa juga memang telah ditakdirkan, baik untuk menggugurkan dosa ataupun meningkatkan derajat kita di mata Allah.
Untuk menjalani semua kesulitan dan kepedihan, hendaknya kita selalu berusaha untuk meningkatkan ibadah. Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah, kita perlu memerhatikan tiga hal, yaitu:
a. Memeriksa niat
Apakah ibadah yang kita lakukan sudah benar-benar ikhlas, bukan karena ingin dikenal sebagai ahli dzikir, orang yang rajin tahajjud; bukan untuk riya’?
b. Merasa lebih dari orang lain yang ibadahnya kurang
Belum tentu orang yang sedikit beribadah lebih buruk dari yang telah banyak melakukan ibadah. Bagi Allah, orang tersebut bisa jadi lebih disukai karena ibadah-ibadahnya yang kecil tetapi dilakukan dengan hati yang murni.
c. Mengecek produktivitas
Grafik ibadah bisa saja menanjak, misalnya dengan tahajjud yang lebih teratur, tetapi kemudian menjadi mengantuk sehingga lalai dari hal-hal lain. Kita harus bisa mengelola diri sebaik mungkin. Kita juga patut terus bercermin kepada Rasulullah SAW. Beliau adalah manusia yang paling produktif, baik dalam beribadah maupun berbuat untuk kemaslahatan umat.
Idealnya, yang kita lakukan sebagai hamba-Nya adalah terus berupaya untuk meningkatkan ibadah, senantiasa membenahi niat, lebih menundukkan hati agar tidak ujub, serta tetap produktif dalam menjalani hari-hari.
Menjadikan Sedekah sebagai Amalan Utama di Bulan Ramadhan (8 Agustus 2010)
Allah SWT telah menyedikan satu bulan yang sangat spesial, yaitu bulan Ramadhan. Sayang sekali apabila kita tidak memanfaatkan bulan yang spesial ini dengan sebaik-baiknya. Sudah saatnya pula kita mengintropeksi diri bagaimana kedudukan Allah di hati kita. Ini adalah cara untuk mengetahui kedudukan kita di mata Allah SWT. Kedudukan Allah di hati kita dapat kita contohkan dengan bertambahnya keyakinan terhadap Allah. Di bulan Ramadhan nanti, keyakinan bahwa Allah sangat bermurah hati atas setiap balasan amalan harus ditingkatkan.
Salah satu amalan utama di bulan Ramadhan adalah sedekah. Rumus penting dalam bersedekah adalah seperti tukang parkir yang menganggap bahwa semua kendaraan yang dijaga adalah titipan. Dan sesungguhnya ada tiga jenis orang atas rizki yang diterimanya.
1. Senang ketika menerima suatu pemberian
2. Senang dan mengucap terima kasih atas pemberian
3. Senang, berterima kasih dan menyadari maksud dan tujuan akan pemberian yang diterimanya.
Sesungguhnya orang melihat dunia seharusnya menyadari bahwa Allah memberikan dunia semata-mata untuk lebih dekat kepada Allah. Begitupun dengan bersedekah, sedekah adalah salah satu bentuk pendekatan diri dan syukur kita atas rezeki yang telah kita terima. Untuk itu mulailah sekarang juga kita mentekadkan diri bahwa Ramadhan ini adalah bulan spesial untuk bersedekah.
Perlakukanlah bulan Ramadhan ini beda dengan bulan yang lain. Sesungguhnya sikap yang menyamakan bulan Ramadhan dengan bulan lain adalah sikap yang meremehkan Allah. Dengan demikian, perlakukan juga sedekah dengan sangat spesial yaitu spesial barangnya, jumlahnya dan spesial dalam cara kita memberi. Mari masing-masing kita untuk menggunakan setiap harta, tubuh, ilmu dan setiap fasilitas yang kita miliki sebagai kendaraan untuk bersedekah di bulan Ramadhan. InsyaAllah Allah akan memberi balasan yang lebih di bulan Ramadhan ini.
Balasan Allah dengan Bersedekah (7 Agustus 2010)
Rezeki yang kita miliki sesungguhnya ada hak orang lain di dalamnya. Ada tiga jenis rezeki, yaitu:
1. Rezeki sebagai penguat tubuh agar kita mampu memilih mana yang halal dan haram
2. Rezeki yang digantungkan.
Rezeki ini apakah akan digunakan dengan jalan takwa atau maksiat. Sesungguhnya keinginan-keinginan kita tidak sembarang ingin. Allah maha tahu setiap keinginan kita. Dan Allah telah memberikan kita pilihan apakah setiap keinginan dimanfaatkan untuk memperoleh rezeki dengan jalan takwa atau sebaliknya.
3. Rezeki yang diundang oleh Allah dengan sedekah.
Sesungguhnya Allah telah menjanjikan bagi yang sedekah, maka rezekinya sudah dijamin. Jadilah ahli syukur dengan rezeki yang sedikit sekalipun.
Dengan demikian maka tidak akan rugi diri kita dengan bersedekah. Bersedekah sesungguhnya hanya mengharap ridho Allah. Boleh saja sedekah dengan mengharap Allah demi terkabulnya suatu hajat atau keinginan. Namun, janganlah ada prasangka buruk terhadap Allah kalau hajat tersebut belum terkabul karena sesungguhnya Allah maha tahu yang terbaik untuk umatNya.
Janganlah merasa berkurang rezeki kita dengan bersedekah karena sesungguhnya Allah telah menyiapkan pengganti atas rezeki yang kita sedekahkan. Pengganti sedekah yang paling mahal harganya adalah bertambahnya keyakinan kita kepada Allah. Dengan bertambah yakin, hidup akan semakin enteng dan kita lebih menghargai apapun rencana Allah dalam hidup kita. Itulah balasan Allah dengan bersedekah bahwa sesungguhnya balasan Allah tidak selalu berwujud.
Semoga Allah yang maha tahu mengubah kecintaan kita terhadap dunia menjadi kecintaan lebih kepada hal-hal yang bersifat akhirat. Janganlah ragu untuk bersedekah dan janganlah resah dengan balasan Allah atas sedekah. InsyaAllah dengan ikhlas menjalani setiap amal, maka kita termasuk hamba Nya yang akan selalu merasakan rahman dan rahim Nya.
Allah sang Penjamin Rizki (6 Agustus 2010)
Ketika terlahir di dunia, kita tidak tahu apa-apa. Ketika kita bayi, kita benar-benar makhluk yang amat lemah, tak paham apapun, namun ternyata makan, minum, pakaian tercukupi bahkan hingga detik ini. Allah-lah yang mencukupi segala kebutuhan kita, sejak kita lahir, tumbuh menjadi anak-anak, kemudian menjadi dewasa. Allah yang mengurus kita dan Allah juga yang menjamin rizki kita dan semua makhluk ciptaanNYA. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an:
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. QS. Hud (11) : 6
Hanya Allah yang memiliki rizki, yang membagikan rizki dan yang mengetahui tempat rizki setiap makhlukNYA. Tugas manusia bukan mencari rizki, karena rizki telah ditentukan. Tugas manusia adalah menjemput rizki dengan berbagai ikhtiar yang Allah ridhoi. Dan karena Allah yang mengetahui tempat rizki kita maka hendaknya dalam setiap ikhtiar, kita senantiasa bertanya kepada Allah. Bertanya kepada Allah dapat dilakukan melalui doa, ibadah, dan taubat.
Dosa-dosa membuat kita terhalang dari rizki. Ibarat noda di lensa kacamata yang membuat kita tidak bisa melihat hal-hal di sekeliling kita. Jika kita tidak bisa melihat rizki, bukan berarti rizki itu tidak ada. Manusia yang banyak dosa akan sulit melihat rizkinya ada dimana. Sebaliknya, orang-orang yang bertaubat akan diperlihatkan oleh Allah tempat rizkinya, sebagaimana firmanNYA dalam Al-Qur’an:
“Maka Aku katakan pada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai”" QS. Nuh (71) : 10-12
Wallahu’alam.
Sambut Bulan Suci dengan Hati yang Bersih (5 Agustus 2010)
Tiap-tiap kita pastilah ingin menjadi hamba-Nya yang baik, tetapi apakah keinginan itu muncul dari lubuk hati yang dalam atau disebabkan oleh alasan-alasan lain seperti ingin dinilai baik oleh orang lain atau bahkan bermaksud riya’?
Sesungguhnya tidak ada kebohongan bagi Allah, Dia akan menghisab semua yang terucap maupun tidak. Salah satu kunci untuk dekat kepada-Nya adalah dengan cara jujur kepada hati kita masing-masing. Idealnya, rajin belajar, menepati janji, berdisiplin, ramah, dan perbuatan/sifat baik lainnya dilakukan/dimiliki hanya untuk menyenangkan Allah, bukan untuk mengejar penghargaan dan pujian orang lain, tidak menuju ke arah kemunafikan dan cenderung merekayasa perbuatan-perbuatan kita.
Bulan Ramadhan sekarang ini telah menjadi bulan bermalas-malas, padahal seharusnya menjadi bulan penuh prestasi (seperti di zaman Rasulullah, kemenangan pada perang Badr dan Fathul Makkah terjadi di bulan Ramadhan). Ramadhan seharusnya menjadi puncak ta’aruf kepada Allah, final dari bulan-bulan lainnya untuk menjemput kemenangan, yaitu Idul Fitri. Pada kenyataannya, Ramadhan menjadi bulan yang sekedar mampir; training center/sarana taubat dari sebelas bulan lainnya.
Dalam salah satu hadistnya, Nabi Muhammad menyatakan bahwa shaum adalah amalan yang dapat menjamin seorang hamba masuk surga, tidak ada amalan yang senilai dengan shaum. Rasulullah SAW menjawab demikian sebanyak tiga kali ketika seorang sahabat bertanya (sebanyak tiga kali pula) mengenai amalan yang dapat menjamin masuk surga. Betapa tingginya nilai berpuasa, apalagi berpuasa di bulan Ramadhan yang wajib hukumnya bagi kita. Tentu yang dimaksud di sini bukan hanya tidak makan dan minum melainkan juga menjaga perbuatan, anggota tubuh, bahkan pikiran serta keinginan yang buruk.
Ramadhan adalah bulan suci yang penuh kemuliaan. Apabila kita memahami esensinya, sungguh kita akan berharap untuk selalu berada di bulan Ramadhan. Mari ktia bersihkan dan mantapkan hati untuk menjalani Ramadhan yang akan segera tiba dengan sebaik-baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar