Kamis, 15 Juli 2010

MQ Pagi Notes 3

Pentingnya Niat (22 Juli 2010) - Ust. Miftah Farid

Niat mempunyai posisi yang sangat penting dalam setiap perbuatan. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari-Muslim:
“Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”.

Sebab turunnya hadits tersebut adalah mengenai seorang lelaki yang berhijrah hanya untuk menikahi seorang wanita yang bernama Ummu Qois maka diapun dipanggil dengan sebutan Muhajir Ummu Qois (Orang yang berhijrah karena Ummu Qois).

Sungguh, amal perbuatan itu tergantung niatnya. Amal duniawi bisa bernilai ukhrowi jika diniatkan dengan benar. Begitu juga sebaliknya, amal ukhrowi bisa bernilai sia-sia jika niatnya salah.

Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah ra bahwasanya dia berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Manusia yang pertama kali di adili pada hari Kiamat ialah orang yang mati di medan laga. Ia didatangkan kemudian Allah memberitahu nikmat nikmat-Nya kepadanya dan iapun mengakuinya. Allah berfirman, “Apa yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat tersebut?” Orang tersebut menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu hingga aku gugur sebagai syahid”. Allah berfirman, “Engkau bohong, engkau berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan betul bahwa engkau sudah dikatakan sebagai pemberani”. Kemudian diperintahkan agar orang tersebut diseret dan tersungkur wajahnya sampai ke neraka.”

Pelajaran yang lain dapat kita ambil dari siroh, mengenai seorang yang meninggal dalam peperangan, kemudian para sahabat berkata orang ini syahid. Namun Rasulullah tidak membenarkannya. Malaikat Jibril telah memberitahukan kepada Rasulullah bahwa orang tersebut terluka dalam peperangan dan karena tidak tahan dengan rasa sakit akhirnya dia menusukkan pedangnya ke tubuhnya sendiri. Orang tersebut meninggal karena bunuh diri.

Seseorang yang kelihatannya sedang melakukan amal duniawi bisa jadi nilainya besar di mata Allah jika niatnya benar dan dilakukan dengan ikhlas. Ilmuwan yang melakukan penelitian demi kemaslahatan manusia, suami yang bekerja untuk menafkahi keluarga, seseorang yang menanam pohon demi kelestarian lingkungan, dan berbagai amal “duniawi” lainnya bisa bernilai ibadah jika dilakukan dengan ikhlas dan niat yang benar, niat karena Allah.
Wallahu’alam.


Menghadirkan Hati dalam setiap Amal Sholeh (22 Juli 2010) - Aa Gym

Pagi ini, kita baru saja melaksanakan sholat subuh. Sholat yang baru saja kita lakukan mungkin sah secara syariat. Namun, apakah sholat kita diterima? Belum tentu. Sholat akan diterima apabila kita mampu menghadirkan hati di dalamnya, mulai dari niat, takbir, membaca fatihah, dan seterusnya hingga salam. Begitu juga dengan amal sholeh yang lain, diterima atau tidaknya bergantung pada kesungguhan hati dalam mengerjakannya.

Berusahalah agar setiap kata yang terucap dari mulut senantiasa sama dengan yang dirasa dalam hati. Bulatkan niat sebelum melakukan amal sholeh, laksanakan amal sholeh tersebut dengan sepenuh hati, mohonlah kepada Allah agar amal sholeh tersebut diterima, dan jagalah amal sholeh tersebut. Contoh penjagaan atas amal sholeh agar diterima adalah dengan tidak menyebut-nyebutnya di hadapan orang lain.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), ……...” (Al-Baqarah: 264)

Orang-orang yang beramal sholeh dengan menghadirkan hati tidak akan ingat dengan pandangan manusia, cukuplah Allah yang menjadi saksi… wakafa billahi syahida…
Wallahu’alam.


Wasiat Rasulullah SAW untuk Para Muslimah (21 Juli 2010)

Muslimah adalah makhluk Allah yang dimuliakan. Betapa bertambah mulianya seorang muslimah di mata Allah SWT kalau para muslimah dapat menjaga dirinya dari hal-hal yang membawa kepada kesia-siaan dan kemudharatan. Rasulullah SAW memberikan wasiat kepada para muslimah:

1. Banyak beristighfar
Rasulullah berpesan kepada muslimah untuk banyak beristighfar. Sering tidak kita sadari akan bahaya lisan. Ketika kita sudah bertemu dengan banyak orang, terkadang pembicaraan berujung pada membicarakan keburukan orang lain sehingga jatuhnya ghibah. Maka dari itu, sangat berhati-hati lah para muslimah jangan sampai terjebak dalam ghibah.
Tidak hanya itu saja, bahaya lisan dapat juga kita jumpai ketika kita tidak sadar memberi pengajaran kepada anak kita dengan berdusta, contohnya seperi memberi janji-janji palsu. Betapa beratnya menjaga lisan kita, namun Allah memiliki balasan keutamaan juga bagi para muslimah yang dapat menjaga lisannya. Untuk itu, kepada para muslimah banyak-banyaklah beristighfar, memohon ampun atas segala khilaf.

2. Shodaqoh
Rasulullah SAW juga berpesan kepada kita para muslimah untuk bershodaqoh. Shodaqoh adalah bentuk atas pembersihan terhadap harta kita. Sesungguhnya ada hak-hak orang lain dalam harta kita. Dengan banyak bershodaqoh maka hati insyaAllah akan terasa tentram.

3. Bersabar dan berdzikir kepada Allah SWT.
Perjuangan seorang muslimah adalah ketika menjadi seorang istri dengan amanah-amanah nya baik di rumah dan di luar. Rasulullah selalu memberi pengajaran kepada para muslimah agar selalu ringan hati yaitu selalu berdzikir agar jiwa menjadi lapang dan selalu bersabar sehingga kelelahan yang kita rasakan menjadi nikmat dan syukur yang tak terhingga.

4. Menaati suami
Menaati suami bukanlah sesuatu yang memberatkan dan sesungguhnya sangat mudah mencari surga dan neraka yaitu dalam kehidupan rumah tangga kita.

Keempat hal tersebut adalah wasiat yang Rasulullah berikan kepada para muslimah. Semoga para muslimah terus membekali diri agar selalu menjadi perhiasan dunia sehingga tinggi derajatnya di sisi Allah SWT.


Penting bagi kita untuk memiliki sifat Wara' (20 Juli 2010)

WARA' adalah sifat kehati-hatian dari sesuatu yang haram. Dalam pengertian yang lebih luas, wara' juga termasuk 'tidak adanya keberanian' untuk melakukan sesuatu yang bisa membawa pada yang haram ...

Penting bagi kita untuk memliki sifat Wara', karena dengan sifat itulah kita dapat menjaga diri kita sendiri dari hal-hal yang tidak disukai Allah. Alangkah beruntungnya orang-orang yang selalu wara' dalam segala hal. Wara' ketika mendapatkan rizki dan wara' ketika menggunakannya. Seorang yang mempunyai sifat wara' akan memiliki kekuatan untuk selalu melakukan instropeksi setiap hari, setiap saat. Orang itu akan selalu bertanya tentang asal-usul hartanya, berkaca atas prilakunya setiap hari, lalu tanpa ragu-ragu bertindak melakukan perbaikan diri. Itulah seorang yang wara', yang melakukan segala sesuatunya disertai kekhawatiran atas ridhonya Allah ...

Teladan pribadi yang bersifat wara' dapat kita jumpai pada diri Khalifah Umar bin Abdul Azis. Meskipun jabatannya sebagai khalifah pendek, namun keteladanannya dalam sifat wara' telah melegenda. Salah satunya tergambar ketika sang Khalifah mematikan lampu ketika menerima tamu, dengan alasan bahwa si tamu membawa urusan pribadi, sedangkan lampu rumah beliau dibiayai oleh negara ...

Bagaimana dengan kita? seberapa jauh sifat-sifat wara' melekat dan terinternalisasi dalam diri kita? seberapa sering kita bertanya tentang kehalalan rizki yang kita terima? Tidakkah kita takut di rumah kita terselip barang haram? sudahkah kita instropeksi atas profesi dan pekerjaan kita, jangan-jangan ada barang tidak halal menjadi sumber nafkah keluarga kita?

Mari kita tumbuhkan sifat wara'. Mari kita memohon pada Sang Malik agar menolong kita, dengan menganugerahi kita sifat wara' ....


Sifat Munafik dalam Diri Manusia (19 Juli 2010)

Ada kecendrungan kalau kita mengobrol terkadang suka dilebih-lebihkan sehingga jatuhnya bohong, meremehkan orang lain dan akhirnya menjadi ria dan ujub. Salah satu bahaya ngobrol ada dalam Q.S As-Shaff (61) ayat 2-3 bahwa sesungguhnya amat besar kebencian di sisi Allah kepada orang-orang yang mengatakan apa yang tidak diperbuat.

Mengobrol selain memiliki dampak positif juga dapat mendatangkan kemurkaan Allah jika kita sudah salah menyikapinya. Turunnya ayat tersebut terjadi pada saat perang uhud dimana ada sahabat Rasulullah SAW yang sedang menceritakan masalah perang namun sesungguhnya ia tidak melakukan. Hal ini dapat juga dikategorikan menjadi ciri-ciri orang munafik, yaitu berbeda antara hati dengan mulut atau perkataan. Sesungguhnya ada 2 jenis sifat munafik, yaitu:

1. Munafik dalam hal perkataan. Seperti yang dicontohkan oleh Abdullah bin Ubay ketika mengingkari sesuatu yang sebenarnya ia katakan kepada pengikutnya.
2. Munafik dalam hal amalannya

Sesungguhnya dari 2 jenis sifat munafik itu, setiap orang menginginkan orang-orang yang berada di sekelilingnya adalah orang-orang yang jujur. Jujur membuat hati menjadi nyaman. Sementara itu berbohong, menipu dan tidak menepati janji adalah mental bangsa yang korupsi. Dan sesungguhnya bohong itu bagaikan penjara yang selalu melindungi diri untuk terus selalu menjadikan bohong sebagai kebiasaan. Oleh karena itu jangan biarkan diri kita menjadi pribadi yang pengecut dan takut dengan penilaian orang.


INDAHNYA DUA SISI NILAI GIGIH DALAM ISLAM (18 JULI 2010)

Tadi malam diadakan puncak perayaan milad DT Jakarta di kebayoran baru. Dan sebagai puncak, seluruh elemen yang tergabung melakukan tafakur diri napak tilas perjalanan DT Jakarta yang dengan izin allah telah mencapai usia 10 tahun.

Sebenarnya inti dari suatu perayaan milad yang terpenting adalah fokus menemukan kesalahan yang masih harus diperbaiki, meskipun tidak dilarang juga mengenang keberhasilan yang didapatkan karena itu merupakan karunia Allah namun sangat rentan menjerumuskan kita pada perasaan memiliki, ujub, sombong dan takabur. Tiada satupun musibah yang datang kepada mahluk Allah selain sudah tertulis dalam ketetapan Allah agar kita tidak terlalu sedih apabila ada sesuatu yang luput dari hidup kita sekaligus juga tidak terlalu berbangga-bangga diri apabila mendapatkan karunia-Nya.

Inilah indahnya sisi nilai kehidupan dalam Islam. Kita diperintahkan untuk meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar. Berusaha memancangkan niat setulus mungkin kemudian bekerja keras bahkan bersimbah keringat pada saat berikhtiar. Tapi ketika sudah menjadi suatu amalan atau keberhasilan, kita dituntut untuk segera mengganti channel dalam hati kita bahwa apapun karunia yang terjadi dalam hidup tidak lain datangnya dari Allah SWT. Jadi tidak ada tempat bagi diri kita untuk berbangga hati, mengclaim sebagai penyebab dari suatu keberhasilan, karena seluruh jalan yang diberikan tidak lain karena digerakan oleh Allah.

Di satu sisi kita harus gigih meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar, dan di sisi yang lain kita juga harus gigih mengakui bahwa seluruh keberhasilan dari ikhtiar tersebut tidak lain merupakan karunia Allah yang tidak sedikitpun datang karena kepintaran kita. Betapa indahnya nilai yang diajarkan Islam sehingga apabila kita mengikutinya dengan sungguh-sungguh, kita diarahkan Allah menjadi khalifah yang produktif, pekerja keras namun sekaligus seorang yang rendah hati dan bertawadhu’.


BERSANDAR PADA ALLAH (17 JULI 2010)

Imam Ali pernah memberikan nasehatnya yaitu : “Barang siapa hidupnya bersandar pada harta maka hidupnya akan miskin........Barang siapa hidupnya bersandar pada harga diri maka hidupnya akan hina.......Barang siapa hidupnya bersandar pada akal maka hidupnya akan sesat...........Namun barang siapa hidupnya bersandar hanya pada Allah maka hidupnya tidak akan miskin, sesat ataupun hina”

Seringkali kita resah dan gelisah perihal rizki, padahal tiap hari dalam hidup kita Allah mencukupkan rizki bagi kita. Tugas kita di hanyalah mencari karunia Allah dan itupun tidak selalu identik dengan harta. Hal yang harus kita khawatirkan adalah apakah kita jujur saat mencari harta, bersyukur saat diberikan dan sabar saat Allah mengambilnya kembali. Dan sesungguhnya penghalang rizki kita adalah dosa kita sendiri. Dan dosa yang paling sering menjadi penghalang adalah perasaan tidak yakin, menyangsikan janji dan pertolongan allah, untuk itu periksa dan terus periksa diri sudahkah kita menyandarkan hidup kita pada Allah sang maha kaya ??


Hati yang Terus Menghisab (16 Juli 2010)

Banyak orang yang menjalankan ibadah tetapi akhlaknya tidak berubah. Merasa bahwa dirinya sholeh, merasa cukup melakukan berbagai ibadah dan kebajikan, padahal seharusnya merasa kurang, merasa dzalim, merasa kotor akan dosa-dosa.

Q.S Ali Imran ayat 29: “Katakanlah, “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui.” Allah Mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Allah mengetahui segalanya, tanpa kecuali. Tidak sepantasnya kita merasa sholeh. Allah akan membuat hati para hambaNya yang sholeh untuk selalu bisa melihat dosa-dosa dan kekurangannya sehingga mereka akan terus menghisab diri.

Meskipun mungkin kita berada di atas; memiliki harta, ilmu atau kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain, tetapi harusnya kita selalu melihat ke bawah dan menyadari bahwa derajat mereka bisa jadi lebih tinggi di mata Allah.

Orang yang sholeh tidak akan bersikap ujub, tetapi malah terus merasa kurang, semakin tawadhu, lebih banyak berpikir daripada berbicara; apakah ibadah yang telah dilakukan sudah benar dan sudah diterima oleh Sang Pemilik Segala.

Hendaklah kita terus menghisab diri, senantiasa mengevaluasi dan mempersiapkan bekal ke akhirat agar dapat bertemu dengan Yang Maha Baik dengan kondisi terbaik pula.

Wallahu a’lam.


Setiap Peristiwa terkandung Hikmah (15 Juli 2010)

Di dunia ini tidak ada satupun kejadian yang sia-sia. Karena setiap di dalam kejadian terdapat hikmah, dan orang yang beruntung sesungguhnya adalah orang yang dapat mengambil hikmah dari sebuah peristiwa yang menimpa dirinya maupun orang lain. Maka jangan salah mengambil sikap ketika kita mendapat ujian. Jangan pernah gentar ketika menghadapi ujian. Dan dengan kesabaran diri, akan membuat kita dinaikkan derajatnya oleh Allah setelah mendapat ujian dari-Nya.

Sebagai suatu keharusan bagi kita untuk membiasakan diri mencari hikmah dalam setiap kejadian, seperti pada firman Allah sebagai berikut : “Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian, kemudian ia berkehendak pula menciptakan langit, maka Dia menjadikannya tujuh lapis. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Q.S Al Baqoroh ayat 29).

Dari ayat tersebut diatas terkandung makna bahwa Allah yang mencptakan seluruhnya seisi langit dan bumi dan segala peristiwa yang ada di dalamnya dengan tidak tanpa maksud. Sesungguhnya Allah memiliki maksud dan tujuan dalam setiap peristiwa dan apa-apa yang diciptakannya, maka pandai-pandailah makhluk ciptaan-Nya untuk dapat mengambil hikmah di dalamnya.

Meredam Kemarahan (14 Juli 2010)

Sebagai seorang suami kita pasti pernah marah kepada istri, begitu juga sebaliknya. Sebagai seorang ayah atau ibu, kita juga pasti menemui sifat atau perbuatan anak yang membuat kita marah. Sebagai pimpinan mungkin kita juga tidak bisa menghidar dari keinginan memarahi anak buah. Marah memang sifat manusiawi, tetapi bukan sesuatu yang mustahil bagi kita untuk menghindarinya.

Sebagai seorang muslim yang baik, sudah seharusnya kita mencontoh suri tauladan kita, Rasulullah SAW dalam segala sisi kehidupan,termasuk dalam hal meredam kemarahan. Dari Abu Hurairah ra, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam: Berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda: Jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda: Janganlah menjadi orang pemarah” (HR. Al Bukhari)

Sangat jelas pesan dari hadits di atas, bahwa Rasulullah tidak menginginkan umatnya mempunyai sifat pemarah. Jangan marah dengan urusan-urusan sepele dan duniawi, tetapi marahlah dengan alasan-alasan yang diperbolehkan oleh Allah dan RasulNya. Rasulullah marah ketika ada hak-hak manusia yang dilanggar oleh orang lain. Para nabi utusan Allah marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Seorang guru akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Begitu juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti, melalaikan ibadah, dst.

Kita dapat mencontoh Rasulullah dalam me-manage atau mengendalikan amarah, antara lain dengan:
1. Membaca Ta’awwudz.
Rasulullah bersabda “Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A’uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk” (H.R. Bukhari Muslim).

2. Berwudlu.
Rasulullah bersabda “Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah” (H.R. Abud Dawud).

3. Duduk.
Dalam sebuah hadist dikatakan “Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah” (H.R. Abu Dawud).

4. Diam.
Dalam sebuah hadist dikatakan “Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah” (H.R. Ahmad).

5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat.
Dalam sebuah hadist dikatakan “Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud).” (H.R. Tirmidzi)


Sebaik-baik Manusia adalah Manusia yang Memberi Manfaat - bag 2 (13 Juli 2010)

"Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Dalam hidup ini, percuma kita mendapatkan banyak hal, namun apa yang kita peroleh tersebut tidak bermanfaat untuk kepentingan yang lebih luas. Bayangkan seekor keledai yang membawa tumpukan buku yang berat, jalannya terseok-seok karena beratnya buku itu, dia hanya sekedar membawa, tidak dapat menyebarkan manfaat, bahkan buku-buku itu sendiri tidak bermanfaat untuk dirinya. Itulah perumpamaan bagi orang yang banyak ilmu namun tidak dapat memberikan manfaat.

Begitu pula ketika kita mengumpulkan harta. Ketika kekayaan terkumpul, sebenarnya kita hanyalah penunggunya saja. Lebih baik kita distribusikan dalam kebaikan. Harta disedekahkan, rumah dimanfaatkan untuk anak yatim, dan seterusnya.

Sahabat, sekali lagi, kemuliaan kita berbanding lurus dengan kemanfaatan, bukan pada besarnya harta yang kita kumpulkan. Maka, mulai sekarang, teruslah bertanya "Apa yang manfaat yang bisa saya berikan". Mari kita pasang radar yang dapat mendeteksi ladang amal dalam bentuk apapun. Tidak bisa dengan harta, kita sumbangkan tenaga kita.

Terakhir, tentu saja apa yang kita berikan harus senantiasa dalam koridor ikhlas. Untuk mendapatkan hal itu, kita harus fokus pada ridho Allah. Jangan pamrih. Lakukan segala kemanfaatan tadi dengan motivasi semata-mata untuk ridho Allah.
halaman masjid nabawi ba'da subuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar